Volume impor Argentina untuk bulan April dan Mei 2023 akan diselesaikan dalam Renminbi Tiongkok (RMB) dan bukan dolar AS, Kementerian Keuangan negara tersebut mengumumkan hari ini.
Langkah ini merupakan perubahan signifikan dari penggunaan mata uang global tradisional yang telah mendominasi perdagangan internasional selama beberapa dekade. Hal ini menandai langkah terbaru Argentina dalam mendiversifikasi cadangan devisanya, mengurangi ketergantungannya pada dolar AS, dan menjalin hubungan lebih erat dengan Tiongkok.
Keputusan tersebut diambil menyusul volatilitas fluktuasi dolar yang terus-menerus, yang menyebabkan ketidakpastian dan ketidakstabilan perekonomian negara, serta perang dagang yang sedang berlangsung antara Tiongkok dan Amerika Serikat.
Oleh karena itu, Argentina ingin membangun mekanisme pembayaran alternatif dan mengurangi ketergantungannya pada dolar. Penggunaan Renminbi adalah pilihan yang logis karena semakin banyak digunakan sebagai mata uang perdagangan global dan penggunaannya mengalami lonjakan dalam beberapa tahun terakhir.
Peralihan ke pembayaran RMB diharapkan akan memfasilitasi perdagangan antara Argentina dan Tiongkok, karena akan mengurangi risiko nilai tukar dan biaya transaksi dalam melakukan bisnis dengan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Hal ini juga diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral antara kedua negara dan memperkuat pengaruh ekonomi global Tiongkok yang semakin besar.
Pengumuman ini muncul setelah kunjungan Presiden Argentina Alberto Fernandez ke Tiongkok pada akhir tahun 2022, di mana kedua negara menandatangani beberapa perjanjian bilateral, termasuk perpanjangan partisipasi Argentina dalam Inisiatif Sabuk dan Jalan Tiongkok.
Kementerian Keuangan juga mengindikasikan bahwa Argentina akan mulai memberikan opsi pembayaran yang bergantung pada RMB kepada mitra ekspornya di Tiongkok mulai Juni 2023.
Kesimpulannya, keputusan Argentina untuk beralih ke pembayaran RMB untuk perdagangan impor merupakan perkembangan yang signifikan, menandakan perubahan tatanan ekonomi global dan memperkuat hubungan negara tersebut dengan Tiongkok. Hal ini merupakan indikasi yang jelas bahwa dominasi dolar AS sedang ditantang, dan lebih banyak negara mungkin akan melakukan diversifikasi cadangan devisa mereka.